Tenun Timor adalah brand Kain Tenun NTT yang Produksi, menjual Kain Tenun NTT, Kain Ikat, Souvenir khas NTT, khusus Kain Tenun Motif Buna Insana, Motif Kubi, Motif Sotis dan Kain Ikat Motif Biboki

KainTenun NTT- Motif Kain Tenun Timor

Motif Kain Tenun - NTT - Kain Tenun Ikat Indonesia - Rp. 400.000

  Ragam hias kain Tenun NTT - hanya Rp. 400.000


Motif Kain Tenun 1
 
Motif Kain Tenun 2 - SOLD

  Motif Kain Tenun 3 

Motif Kain Tenun 4 - SOLD


Motif Kain Tenun 5 - SOLD

Motif Kain Tenun 6

 Motif Kain Tenun 7 

 
Motif Kain Tenun 8

 
Motif Kain Tenun 9

Motif Kain Tenun 10

 Motif Kain Tenun 11

 Motif Kain Tenun 12

 Motif Kain Tenun 14  

  Motif Kain Tenun 15 
Share:

Selendang Tenun Timor

Selendang Tenun Timor Cantik warna Kuning Rp. 80.000 

Selendang Tenun Timor Cantik warna biru - Rp. 80.000 

Selendang Tenun Timor Cantik warna Hitam Bergaris Merah - Rp. 80.000 

Koleksi Selendang Tenun Timor - Rp. 80.000 



Share:

Kain Tenun NTT Bukan Tenunan Biasa

Kerajinan tenun Nusa Tenggara Timur merupakan aset budaya luar biasa. Selain beragam motifnya, proses pembuatannya pun tak sembarangan, yaitu melalui proses ritual (doa sakral). Kain tenun Timor - NTT bukan sekadar kain biasa, melainkan juga memiliki jiwa.
Ketika melewati kampung tua As Manulea di Kecamatan Sasita Mean, Kabupaten Belu, NTT, misalnya, tim Kami bertemu dengan para perajin yang membuat kain tenun dari benang yang mereka pintal sendiri.
Pada era 1990-an, kegiatan memintal masih terlihat di mana-mana, terutama saat para wanita pergi-pulang dari pasar. Sambil berjalan kaki, dengan junjungan di kepala, mereka memintal benang dari kapas. Kini, kegiatan memintal benang seperti itu sudah langka ditemui di NTT karena tergusur benang industri.

Perempuan As Manulea itu, Lenci Abuk (38), tekun memintal benang dari abas (kapas lokal). Di samping dia, Natalia Kole (52), bersama seorang wanita sebaya dibantu seorang pria, membenahi seperangkat alat tenun kuno yang disebut bninsa.

Menurut Rosalina Lotu, seorang penenun, tais atau bête (selendang untuk pria) dari benang lokal harganya mahal, paling murah Rp 5 juta per lembar. ”Saya menanam kapas di pekarangan. Hasilnya sangat terbatas. Kalau menenun dengan benang dari kebun sendiri, harus menunggu bertahun-tahun hingga cukup untuk selembar kain,” katanya.

Di Ende, ada jenis kain tenun yang tidak bisa sembarangan dipakai. Kain itu hanya dibuat oleh kalangan tertentu, seperti keluarga tetua adat (mosalaki). Menurut Kepala Museum Tenun Ikat di Ende, Ali Abubakar Pae, pembuatan kain tenun ini umumnya dilakukan secara rahasia dan disertai ritual khusus.
”Umumnya masyarakat Ende di pesisir selatan memanjatkan doa khusus itu pada malam hari di dalam rumah,” kata Ali.
Ali mengibaratkan menenun seperti membuat keris di Jawa. Kekuatan supranatural dari roh-roh leluhur akan menjiwai kain tenun.
Ada ungkapan dalam bahasa Sikka, Ami nulung lobe. Naha utang wawa buku ubeng. Naha utang merah blanu, blekot (Kami tidak memakai sarung murahan, harus sarung dari dasar tempat simpan, harus sarung yang merah, mantap, dan bermutu).
Ungkapan itu mengandung pengertian, sarung yang dikenakan seorang perempuan menunjukkan kepribadian pemakainya. Sarung yang dipakai bukan sarung biasa. Ini menunjukkan pemakainya bukan sembarangan, melainkan orang berwibawa, bermutu, dan berkepribadian baik.

Selain prosesnya panjang dan rumit, motif tenun NTT unik dan beragam. Hampir semua daerah di NTT memiliki kerajinan tenun. Johanna Maria Pattinaja (73), istri almarhum Frans Seda, telah mengumpulkan sekitar 1.000 kain tenun ikat NTT, dari Pulau Timor, Sumba, sampai Flores.

Penelitian Romo Bosco Terwinju Pr (72) dari Keuskupan Agung Ende memperkuat hal itu. Untuk satu wilayah di Pulau Flores misalnya Sikka, ia mengoleksi sekitar 50 jenis kain tenun ikat. ”Motif kain tenun di NTT sangat banyak, berbeda-beda antarkabupaten,” katanya.
Hasil penelitian Romo Bosco di Pulau Flores, ada dua kategori tenun, jenis ikat tradisional dan sulam songket. Tenun ikat menyebar dari Flores bagian tengah, dari Kabupaten Ende hingga Kabupaten Flores Timur sampai Lembata. Adapun tenun sulam songket banyak dibuat dari Kabupaten Nagekeo sampai Kabupaten Manggarai Barat.

Warna kain tenun ikat dihasilkan dari pewarnaan kain, baik dengan bahan alam (mengkudu atau nila) maupun bahan kimia. Warna kain tenun sulam dihasilkan dari proses penyulaman benang beraneka warna.
Menurut Romo Bosco, motif kain tenun di Flores berdasarkan catatan sejarah merupakan turunan dari motif Patola, India, seperti gajah, bunga atau burung, yang kemudian berkembang dengan beragam variasi.

Tenun Kali Uda
Salah satu tenun NTT yang terkenal berasal dari Kali Uda di Pulau Sumba. Desa ini terletak 120 kilometer selatan Waingapu, Sumba Timur. Kualitas tenunan Kali Uda dianggap tertinggi karena lentur, tidak luntur, ringan, dan dapat dibuat menjadi pakaian.

Warna dasar tenun Kali Uda adalah merah, putih, dan hitam. Ragam motif biasanya ayam, burung, kuda, kerbau, sapi, serta mamuli (perhiasan berbentuk rahim perempuan).
Selain menjadi mahar kawin yang bernilai tinggi di kalangan warga Sumba, tenun ikat Kali Uda diminati turis asing. Bahkan di Denpasar, Bali, ada toko khusus yang menjual tenun Kali Uda. ”Meski harganya mahal, turis Jepang belanja sampai ratusan lembar,” kata Jery Nola (29), seorang pria perajin.

Harga selembar kain Tenun Kali Uda berukuran 1,7 meter x 2,3 meter Rp 800.000-Rp 25 juta per lembar, tergantung motif, tingkat kesulitan menenun, pewarna, dan kualitas benang.
Sayangnya, menurut Kepala Desa Kali Uda, Umbu Yiwa Hanggi, belum ada organisasi yang memayungi tenun ikat Kali Uda. Padahal, 90 persen warga Kali Uda adalah penenun.
Perkembangan tenun NTT menghadapi tantangan yang tidak ringan. Desakan ekonomi yang semakin berat memaksa penenun meninggalkannya.

Di Kali Uda, misalnya, sampai hari ini belum ada pemasaran yang masif atas hasil kerajinan masyarakat itu. Gagal panen dan kemarau panjang yang sering melanda pantai selatan Sumba Timur memperberat kondisi mereka. Kalau dulu, hasil panen bisa mengisi kekosongan pendapatan mereka; kini, pertanian tidak bisa lagi diandalkan.
”Tahun 2007 masyarakat pernah menyampaikan aspirasi melalui musyawarah rencana pembangunan desa agar dibangunkan sebuah pusat kerajinan tenun ikat di sini. Kemudian, hasil kerajinan masyarakat ditampung Dinas Perindustrian dan Perdagangan untuk dipasarkan ke luar Sumba. Tapi, belum ada tanggapan,” kata Umbu Yiwa.
Sejauh ini jajaran pegawai negeri sipil di NTT diwajibkan memakai baju tenun Timor dua kali dalam seminggu, setiap Rabu dan Jumat. Kalangan penenun termasuk pemilik sentra kerajinan tenun daerah Ina Ndao, Dorce Lussi, di Kupang mengharapkan kebijakan wajib berpakaian tenun jadi empat kali seminggu. Dengan demikian, pasar tenun ikat NTT semakin terbuka.
Share:

Aksesori dari Tenun Ikat NTT

Mengenalkan dan melestarikan tenun ikat bernilai tradisi bisa dilakukan dengan banyak cara. Misalnya, mengaplikasikan kain tenun ikat ragam motif dan warna dari berbagai daerah di Nusa Tenggara Timur sebagai aksesori.

Utamanya, kain tenun ikat NTT berupa kain selimut, sarung, atau selendang. Namun kain tenun ikat NTT dengan bahan lebih tipis juga bisa digunakan untuk membuat pakaian siap pakai seperti jas atau blazer. Kain tenun ikat NTT juga diolah menjadi ragam model dan fungsi aksesori. Sebut saja dompet untuk perempuan dan laki-laki, tas wanita, tempat pensil, dompet koin, wadah kacamata, wadah majalah, hingga detail pita yang mempercantik bandana untuk anak-anak.

Berbagai toko suvenir dan kain tenun Timor di Kupang, NTT, memamerkan ragam model aplikasi tenun ikat ini. Selain mempromosikan kain tenun khas dari daerah Timor ini, aplikasi tenun ikat pada aksesori juga punya nilai fungsi.

Lidia, pemilik toko suvenir di selatan kota Kupang, mengatakan terdapat ragam motif kain tenun ikat yang populer di NTT. Toko yang berjarak sekitar 20 menit dari bandar udara El Tari Kupang, ini menyebutkan sejumlah motif yang mengacu pada nama daerah. Seperti motif
Sumba, Manggarai, Biboki, Insana kefamenanu ,Rote, Sabu, Alor, Timur Amarasi, Ende, Maumere, Kupang, Lembata, dan Larantuka.

"Kebanyakan warna hitam, dan yang membedakan satu kain tenun ikat dengan lainnya adalah motifnya. Motif Sumba misalnya, cenderung memiliki gambar binatang. Motif Sumba biasanya paling mahal dibandingkan motif lainnya.
Motif tenun ikat di NTT, kata Lidia, juga menentukan tingkat sosial. Pada daerah tertentu, motif tenun ikat tidak boleh dipasarkan karena motif tersebut milik para raja. Nah, motif yang eksklusif ini tidak boleh dijahit menjadi baju atau aksesori lainnya. Sementara motif tetun ikat milik rakyat bebas diperjualbelikan, dan dijahit untuk pakaian serta aksesori lainnya.

Bahan dasar pembuatan kain tenun ikat NTT juga beragam. Perajin kain tenun yang tersebar di Kupang dan di berbagai daerah di NTT, menggunakan dua pilihan bahan: benang alami dari tanaman dan benang pabrikan. Benang alami, misalnya dari akar mengkudu yang digunakan perajin di Lembata, biasanya menggunakan pewarna alami dan cenderung gelap. Sedangkan benang pabrikan umumnya lebih terang. Tekstur kain tenun dari benang alam juga biasanya lebih tebal dibandingkan benang pabrikan. Perbedaan cara pembuatan ini memengaruhi harga. Biasanya, kain tenun ikat dari bahan alam harganya lebih tinggi.

Untuk selendang dari tenun ikat benang alam biasanya dibanderol Rp 150.000 - Rp 200.000, tergantung tingkat kerumitan dan asal daerah. Sementara tenun ikat dari benang toko atau pabrikan, biasanya lebih murah, mulai Rp 25.000. "Motif binatang biasanya lebih mahal dari motif bunga pada tenun ikat," lanjut Lidia, menambahkan tenun ikat yang diaplikasikan dalam bentuk pakaian harga terendahnya dihargai Rp 215.000.

Kain tenun ikat, berupa selendang atau selimut, biasanya menjadi incaran wisatawan untuk membawa oleh-oleh dari NTT. Namun aksesori lain seperti taplak meja, hiasan dinding, dompet, atau benda fungsional lainnya juga menjadi buah tangan tak kalah populer dari kawasan timur Indonesia. Ragam model aksesori dari tenun ikat NTT dan Tenun Timor ini memanjakan mata, dan menggoda karena keunikan dan kekayaan motif yang terlihat semakin apik dalam aplikasi aksesori.
Share:

Kain Tenun Indonesia - Kain Tenun Timor - NTT

Kain Tenun Timor 

Share:

Trend Model Busana Muslin untuk Idul Fitri 2011


Tahun ini, dunia mode busana muslim tampil dengan 'wajah' yang lebih meriah. Kali ini tren mengacu pada model busana tumpuk dengan warna-warna ceria serta motif yang atraktif.

Salah satu desainer busana muslim yang terkenal dengan koleksi busana muslim pestanya 'Irna La Perle', Irna Mutiara, menegaskan bahwa busana muslim tak lagi tampil dengan palet lembut. Menurutnya tren busana muslim di tahun 2011 tampil lebih berani dengan warna-warna terang. yang sangat cocok di gunakan saat hari Idul Fitri 2011 nanti.

"Kalau dulu saya banyak mengenakan warna-warna soft, kali ini saya mencoba warna-warna yang berani sesuai dengan tren tahun ini," ujar Irna saat diwawancara oleh wolipop.

Pengaplikasian palet terang juga terlihat dalam pagelaran busana Islamic Fashion Festival (IFF) ke-13 yang diadakan pada 25-26 Juni Lalu. Misalnya saja karya Paul Ropp dari Bali yang menghadirkan konsep padu padan dan teknik tumpuk. Selain itu, Paul juga memamerkan delapan set busana yang hadir dalam warna-warna terang motif floral dan dipercantik dengan bordiran serta manik-manik di atas kain tenun dan sutera.

Brand busana muslim Shafira yang baru saja menggelar peragaan busana untuk koleksi terbarunya yang bertajuk 'Beyond Border', juga menawarkan rangkaian koleksi penuh warna. Mulai dari warna fuschia, ungu, kuning, oranye hingga hijau. Semua tertuang di atas kain tenun Nusa Tenggara Timur (NTT).

untuk mendapatkan bahan dan kain tenun timor dengan aneka warna terang anda patut berkunjung ke salah satu toko online Tenun Timor yaitu www.tenuntimor.com.

Dalam koleksi terbarunya, Shafira jarang menampilkan terusan gamis dan tunik. Brand yang sudah memiliki 22 showroom di berbagai kota di Indonesia ini memberikan pilihan alternatif misalnya saja blus longgar asimetris, jaket tenun, dan kerudung rajut.

Memadukan busana berwarna terang dengan kerudung atau aksesori yang juga terang sudah bukan hal yang tabu lagi. Menurut Irna, hal tersebut adalah hal yang sah dan wajar. "Sekarang mau pakai kerudung warna merah, baju warna biru dan tas warna hijau, sudah tidak masalah. Sah-sah saja," terang wanita yang gemar mengenakan jilbab model tumpuk ini.

Menggunakan busana tabrak warna memang tak semudah yang dikira. Salah padu padan bisa membuat Anda tampak berlebihan. Ada beberapa peraturan yang perlu diketahui agar penampilan tetap proporsional dan bergaya.
Share:

Lokasi

Blog Archive

About